Monday, October 16, 2017

A TALE OF PSYCHO-J (HEROES ARC): CHAPTER 8

Yuki: Kemampuan Istimewa dan Romansa Masa Lalu (3)
            Rombongan itu hening. Mengimbangi ketua mereka yang hanya berdiri mematung bertatapan dengan Nun yang baru saja keluar dari gedung olahraga dan serbaguna.
            “Oi, kalian di sini! …loh? Kok pada diem?” Ken yang baru saja tiba memandang bergantian antara komplotannya dan dua Nun yang berdiri di depan gedung. Heran. Micchi segera tersadar.
            “Eh, Ken! Udah eksplorasi kemana aja? Tunjukin dong open area yang bagus buat jadi pos!” dengan riang, Micchi menggandeng Ken ke arah komplek bangunan, diikuti oleh anggota lain yang peka dan saling berbincang mengenai pembagian area penjelajahan.
“Loh, loh, loh? Gue baru dateng woy!” Ken yang digiring paksa kewalahan ingin kembali ke gedung olahraga dan serbaguna. Yui ikut membantu mendorong Ken menjauhi sang ketua. Tinggal Yuki dan dua Nun yang masih berdiri di sana, hingga pemuda yang tengah tersihir itu juga menyadari sesuatu.
            “Hei, jam 7 jangan lupa laporannya!” teriaknya pada rombongan yang menjauh.
            “Siaaapp!” Kuro membalas lantang sambil memberi isyarat oke.
            “Al, aku duluan ya.” Nun yang sedaritadi hanya berdiri beranjak pergi. Ia tersenyum sepintas pada Yuki dan berjalan menjauhi keduanya. Menyusul Micchi dkk.
            “Daah, Yuki~ Selamat bernostalgia!” Yuki menundukan pendangannya, sendu. Lalu memejamkan mata.
            “Kau kemana saja?” Tanya Nun itu dingin, tapi lirih. Yuki membuka matanya perlahan.


***
            “Aduh,” Yui refleks memegang tangannya. Ada goresan kecil di sana. Ia menoleh ke belakang. Ah, pasti tidak sengaja terkena semak itu. Ia tak ambil pusing. Lanjut berkeliling tepian hutan dengan riang. Sementara itu, Kazu, Hyde, dan Kuro berkeliling di tempat-tempat yang berbeda.
Micchi dan Purin bersama-sama berkeliling sambil membicarakan, jika mereka bertiga dengan Kranz bersekolah di sini, pastilah sudah seanggun para Nun itu. Micchi tertawa, sementara Purin menyela. Ah, Kranz memang sudah darisananya manis begitu! Keduanya bertatapan, lalu menangis miris, berpelukan. Micchi menghibur, mungkin kepribadian orang memang tidak bisa diubah. Tapi setidaknya etika dapat membantu mereka berperilaku lebih sopan. Purin menolak. PsychoJ tidak peduli siapa setiap orang. Karena semuanya diterima dengan baik tanpa syarat. Keduanya kembali berpelukan. Kali ini menangis terharu.

-Pukul 07.00 p.m-
            Masing-masing melaporkan temuan mereka di lapangan. Kia yang juga berkeliling – dibantu oleh koordinator Nun – ikut memberikan gagasan. Yuki menampung semua laporan sambil menandai peta wilayah. Beberapa menit ia menatap peta, lalu mengangguk dan mencatat di buku kecilnya. Yang lainnya hanya menunggu perintah.
            “Baiklah. Setidaknya jam 8 nanti aku bisa maparin pengkondisian dan penempatan pos jaga ke pihak Akademi. Nah, untuk sekarang, ada ide tentang dimana aja kalian mau jaga?” Yuki menyodorkan peta wilayah kepada para anggota. Semua berdiskusi tentang kecocokan kemampuan mereka dengan situasi wilayah.
            “Gue di deket asrama aja.” Micchi, Purin dan Yui seketika menatap sinis.
            “Gue serius. Tadi gue banyak ngobrol sama Nun tentang sudut-sudut daerah sana dan penjagaan Guild. Tempat-tempat jebakan dan posisi paling ampuh buat penjagaan. Yah, paling nggak satu orang lagi sama gue deh.” Orang ini bener-bener pinter nyari kesempatan, Purin mendengus.
            “Yaudah gapapa. Kan yang tau persis Ken. Nah, satu lagi siapa?”
            “Revv aja! Biar Ken ga khilaf.” Yang disebut namanya tersentak. Gelagapan.
            “Ya ampun, Mi… gue mau khilaf gimana coba? Orang Nunnya aja dievakuasi.” Ken memelas.
            “Emang khilaf cuma sama orang?” Ken menepuk wajahnya. Ai hanya tertawa melihat keributan yang sudah biasa terjadi itu. Revv berdalih. Tapi dia kan pengen sama
            “Yaudah, Revv sama Ken berarti ya.” Yuki menandai peta.
            “Oh ya, gimana keadaan Sacchiko tadi?” omong-omong, hanya Ai yang belum membuat laporan.
            “Sudah bangun. Kristal di sana memang berkhasiat khusus. Standarnya memang seharusnya baru bangun kira-kira satu jam lagi, tapi tadi sore udah minum teh ramuan. Udah membaik, tapi belum bisa banyak gerak.” Yuki mengangguk.
            “Pak Lyod udah ngajak ngobrol?”
            “Udah tadi sehabis mandu kalian. Teh buat Sacchiko juga bahan-bahannya ditawarin sama beliau.” Eh? Darimana Yuki tahu nama orang-orang itu? Yui dan Hyde bertatapan jahil. Mulai berasumsi.
            “Oke. Selanjutnya… Kazu bisa sendiri di sini?” Yuki menunjuk satu titik terluas. Kazu setuju. Yui memilih titik yang berlawanan. Kuro memilih berjaga di dalam tak jauh dari posisi berlindung Ai sambil menunggu giliran ganti. Purin juga memilih titik yang menjorok ke dalam dan menunggu shift. Sementara, Micchi dan Hyde berjaga di titik yang tidak berjauhan agar bisa saling membantu. Akira akan mensummon Servantnya di beberapa titik, oleh karena itu ia memutuskan untuk berkeliling dan memantau keadaan.
            Yuki selesai menandai peta. Baiklah, semua sudah beres.
            “Aku juga akan berkeliling di bagian dalam untuk memantau para Keeper dan Nun. Jika terjadi sesuatu, segeralah ke posisi Ai dan Kuro atau Purin akan mengganti. Pokoknya, jangan paksakan diri kalian. Kita harus tetap pulang dengan sehat dan selamat untuk memberi kabar baik bagi Kai dan semua orang di markas.”
            “Siap!!!”
“Bagus. Mulai besok, para Nun sudah akan dievakuasi mulai jam 10. Kalian boleh ikut membantu dan lanjut menjelajah, sekaligus membuat perkembangan pemantauan. Barangkali menemukan titik-titik baru untuk jebakan atau semacamnya. Banyak-banyaklah beristirahat dan tidak perlu merasa tertekan. Lusa para pengurus Akademi akan menyajikan teh sakral untuk membantu melancarkan saluran energi dalam tubuh kita. Pastikan setiap dari kita menikmatinya.” Semuanya mengangguk. Yuki berpamit. Ia segera menuju ruang pertemuan untuk mendiskusikan strategi yang telah disusunnya kepada para pengurus Akademi. Sementara, yang lainnya menuju pondokan tamu tempat mereka akan menginap selama misi.
            “Kia-nee,” gadis itu menoleh. Yui berjalan beriringan.
            Kia-nee kenal Nun di sini?” bisik Yui. Kia mengangkat kedua alisnya.
            “Nggak terlalu kenal. Cuma tau sepintas, tiga atau empat orang. Kenapa?” Yui memastikan tak ada yang mendengar percakapan mereka. Lalu mulai bercerita.
***
-Akademi Kesehatan. H-2 malam bulan purnama-
            Para PsychoJ-an menyempatkan diri untuk sarapan sambil mendengarkan sejarah berdirinya Akademi Kesehatan – tentang urgensi keterlibatan penduduk dalam menjaga keamanan Negara; bahwa meskipun tidak dapat bergabung di militer, laki-laki atau perempuan tetap dapat berkontribusi melalui ilmu kesehatan dan pengetahuan. Para pengurus Akademi juga sempat menyinggung Yuki yang ternyata merupakan lulusan Institut Ilmu Pengetahuan.
            “Saya dengar lulusan sana juga bahkan masih dapat bergabung di militer sebagai ahli strategi?” Yuki meletakan sendok dan meneguk segelas air.
            “Ya… tapi waktu itu saya memilih divisi Pengetahuan Umum dan Penelitian Teorikal untuk bidang konseptual dan Analisis Strategi untuk bidang praktis… yang bergabung ke militer biasanya divisi Ilmu Militaris/Perancangan Perlengkapan dan Persenjetaan untuk bidang konseptual atau Taktikal dan Strategis untuk bidang praktis…” pria jangkung mengangguk-angguk pelan.
            “Setiap bidang pasti membutuhkan ahli… ilmu kelautan, kehutanan, tata kota, teknologi, bahkan pengetahuan itu sendiri… Yang jelas saya tak pernah meragukan kemampuan lulusan di sana. Ah, Selva ini juga dari sana. Divisi Ilmu Kesehatan konseptual dan Terapi praktis. Jarang sekali bukan perempuan belajar di sana? Ya… meskipun sesungguhnya remaja-remaja perempuan akan dirujuk ke sana lebih dulu. Kecuali mungkin dia yang lebih memilih untuk mengabdi langsung di sini, ya?” koordinator Nun yang justru satu-satunya perempuan diantara para pengurus Akademi itu mengangguk.
            “Yah… baiklah… saya rasa kita bisa melanjutkan perbincangan lain waktu. Tiga jam lagi kita akan melakukan evakuasi. Mungkin saat makan malam nanti kami bisa mengenal Anda sekalian lebih jauh?” para PsychoJ-an saling bertatapan lewat sudut mata.
            “Dengan senang hati. Kalau begitu kami akan lanjut memantau lokasi untuk memaksimalkan perencanaan dan penjagaan.” Yuki mewakili yang lainnya berpamit. Purin sesungguhnya masih ingin bersantai sambil menikmati buah-buahan yang menyegarkan. Tapi Ken keburu menariknya untuk bangkit.
            “Ini dibawa saja. Kami sengaja memetiknya dari kebun untuk ‘bersih-bersih’ sebelum para Beast menghancurkannya dengan sia-sia…” Selva menyodorkan sekeranjang beragam buah. Wajah Purin segera kembali ceria. Ia dengan senang hati menerima parsel itu dan berjalan menjauh dari Ken yang ingin mencicip. Para pengurus Akademi memberi salam untuk mereka dan mendoakan yang terbaik.
            Tidak banyak kegiatan tambahan yang mereka lakukan hari ini. Masing-masing mempelajari lebih lanjut pos masing-masing dan mencoba strategi terbaik untuk menyerang dan berlindung. Siang hari, mereka kembali ke pondokan untuk makan dan saling berbagi rencana. Purin dan Kuro yang akan lebih banyak berjaga di dalam pun kurang lebih dapat mempelajari posisi masing-masing jika nanti ada pergantian mendesak.
            Kia tidak terlihat. Katanya, karena kemarin ia baru mempelajari sepertiga rute, hari ini ia ingin menyisir seluruh wilayah untuk menemukan titik-titik lokasi Guardian yang akan disummon esok lusa. Yuki pun tidak bergabung untuk makan bersama mereka. Sejak PsychoJ-an berpencar, ia lebih banyak berdiskusi dengan para pengurus Akademi mengenai banyak hal. Tetap saja, tak sedikitpun semangat berkurang diantara mereka. Semua antusias dengan tugas besar ini, sebab selama ini mereka hanya bertugas berdasarkan permintaan warga dan hanya melibatkan pekerjaan kecil.
            Mereka kembali menjelajah dan berkumpul lagi malam hari. Canda tawa memenuhi ruang makan. Terutama ketika Ken terus berusaha merebut buah di parsel yang selalu dipeluk Purin sejak ia datang. Tawa terhenti ketika pintu diketuk. Ternyata pak Lyod yang berkunjung. Seperti keinginannya tadi pagi untuk bercengkrama dengan para PsychoJ-an, ia datang dan bergabung usai makan malam. Tak lupa pula, mengomentari buah-buahan yang tak Purin berikan pada siapapun selain para perempuan. Purin tersipu. Tapi tak menurunkan pertahanannya dari Ken yang diam-diam mengulurkan tangannya untuk mengambil buah. Tawa kembali mengudara.
***
-Akademi Kesehatan. H-1 malam bulan purnama-
            Para PsychoJ-an sudah tak lagi menyusuri tepian hutan. Dua jam setelah sarapan, mereka dikumpulkan di aula pengobatan untuk mengikuti upacara teh. Istirahat sebelum meminum teh sakral ini diperlukan agar para peserta tidak mengantuk, dan ramuan yang diracik dapat dicerna dengan lebih baik.
            Untuk pertama kalinya, para PsychoJ-an begitu tenang menjalani ritual yang hening ini. Hyde yang rajin menyeletuk pun dengan khidmat mengikuti setiap instruksi dan berkonsentrasi. Sacchiko yang keadaannya baru saja membaik bahkan turut hadir agar pemulihannya sempurna. Dimulai dengan meditasi dan beberapa gerakan relaksasi, upacara barulah ditutup dengan meminum teh hangat yang justru membuat mereka merasa lebih ringan dan segar.
            “Teh ini biasanya dibuat pada saat-saat tertentu saja. Kami tidak menyajikan ini untuk para anggota Guild, tapi untuk menetralisir diri kami sendiri dari energi jahat menjelang bulan purnama tahunan. Aula ini pun, sengaja didesain dengan kaca-kaca besar di sebagian besar dindingnya agar sinar matahari masuk dan membantu proses penguatan, pembersihan, serta penjagaan diri ini… kami menggunakan aula untuk materi meditasi bagi para Nun.” Semua menyimak sambil menyesap teh masing-masing.
            “Sebagaimana Institut Ilmu Pengetahuan, para Nun di sini pun tidak sepenuhnya dididik menjadi biarawati atau perawat. Semenjak sistem baru dibuat, bidang-bidang yang dipelajari pun diperluas. Seperti Herbalogi, Teknik Medis, hingga terapi bagi penyandang ketidak-normalan fisik sejak lahir atau karena suatu insiden… kami berharap, dengan hal tersebut, para Nun dapat menerapkan pengetahuan mereka seutuhnya kepada warga Negara ini…
            Kami tak jarang mendapati surat permohonan dari pelosok yang sangat membutuhkan bantuan medis. Dengan akses yang terbatas dan amat jauh, sulit bagi mereka untuk dapat langsung mengantar pasien ke kota. Sementara, masih sedikit dokter berlisensi yang disebar di berbagai bagian Negara ini,” pak Loyd tampak mengusap sudut matanya. Kesan dirinya yang gempal dan tegas, luntur seketika saat ia berubah begitu lembut selama upacara ini.
            “Setelah lulus, kami membuka seleksi bagi para Nun yang sudah berlisensi agar mendapat pelatihan khusus, sebagai bekal dari pengabdiannya di pelosok kelak. Syukurlah, setiap tahun, selalu bertambah peminat untuk pengabdian ini. Ah, bahkan sempat ada Nun yang hanya belajar dua tahun di sini demi membantu saudaranya di perbatasan sana. Ia masih amat muda. Tapi niatnya sungguh mulia…
            Ah, maaf. Karena obrolanku ini waktu kalian termakan banyak. Beristirahatlah sebentar lagi agar kalian semakin bugar. Teh ini akan mulai bekerja sejak satu jam diminum. Aku ingin keadaan kalian benar-benar prima sebelum masuk ke pekerjaan yang sesungguhnya.” Yuki memimpin anggotanya kembali menuju pondokan. Khasiat teh itu memang luar biasa. Tak ada seorangpun yang protes atau berisik bahkan hingga tiba ke kamar masing-masing. Mungkin Kai perlu menyetoknya di markas juga…

-Pondokan tamu, jam 3 sore-
            “Astaga! Aku ketiduran lama sekali! Kenapa yang lain tidak—” Hyde menoleh ke ­mat di sebelahnya. Semua yang dilihatnya tertidur. Ia menelan ludah. Ini teh apa obat tidur sih? Beranjak dari kasur, ia melakukan senam ringan. Eh, tubuhnya terasa begitu ringan dan bugar. Padahal belum sempat olahraga. Lelaki tinggi itu tersenyum lebar. Ia berjalan keluar kamar, namun segera bersembunyi saat melihat Yuki yang duduk menghadap meja, sementara Akira di dekat pintu, tidak saling bertatapan. Mata Hyde membesar.
            “Oi! Ngapain?” lelaki itu terlonjak. Micchi dengan wajah tanpa berdosanya muncul tiba-tiba di seberangnya. Hyde mendesis. Ini momen langka! Dengan bahasa isyarat, Hyde mengajak Micchi untuk menguping pembicaraan.
            “Aku harap kau tak mengapa dengan ini semua… maaf kalau aku—”
            “Adha aapwaa eneehh… hwaaahh” Purin yang baru saja bangun menghampiri dan bertanya dengan suara nyaring. Hyde dan Micchi kompak mendesis. Purin terheran-heran. Lalu mengikuti gaya keduanya.
            “…kau selalu saja begitu. Tak pernah berubah,”
            “Selamat sore,” kali ini tiga-tiganya mendesis. Tapi, melihat semuanya telah bangun dan berbaris, hendak ke ruang depan, kegiatan menguping berjamaah itupun dihentikan. Kecewa, semua terpaksa bergabung dengan dua orang yang telah bangun itu.
            Yuki menoleh ke belakang. Ia mempersilakan semua untuk duduk mengitari meja. Mendiskusikan rencana selanjutnya. Sementara, Purin masih menerka-nerka apa yang tadi ketuanya bicarakan berdua.
            “Sepertinya teh ini benar-benar membuat kalian rileks?” Yuki tersenyum. Yui menguap. Disikut Revv yang memintanya untuk bertingkah lebih keperempuanan. Yui mendengus.
            “Baiklah. Akira tidak tidur selama masa istirahat tadi. Ia memantau suasana sekitar dan memastikan titik-titik Guardian yang akan ia summon untuk dapat membantu penjagaan kita. Seperti yang telah dipaparkan pak Lyod, energi menjelang purnama memang benar-benar suram. Apalagi seharian besok. Kalau kalian ingin keluar, pastikan hanya melakukan hal-hal yang diperlukan. Aku tidak ingin energi buruk di sini merusak, atau bahkan menyerap energi kalian. Nanti malam Akira akan membantu agar energi kalian tetap terjaga. Pastikan tidak ada pikiran buruk, atau pikiran tentang keberhasilan kita. Kita hanya perlu tenang dan mengendalikan diri.” Hyde mengangguk. Sepertinya ini yang dibicarakan selama kita tidur. Tapi yang tadi itu apa, ya?
            “…iya kan, Hyde?” Kuro menyikut Hyde. Hyde gelagapan. Yang lain tertawa mengetahui lelaki itu tengah melanglang buana dengan pikirannya.
            “Selalu perhatikan dalam setiap arahan ya, Hyde?”
            “I, iya. Maaf, maaf.” Canda tawa lagi-lagi mengudara. Tidak di markas, tidak di sini. Kebersamaan yang hangat, di waktu istirahat atau bertugas, membuat nyaman dan senang para anggota.
            Akira mengalihkan pandangannya ke jendela. Tapi, tatapannya kosong. Entah sedang melihat apa, atau memikirkan apa.

No comments:

Post a Comment