YUKI: KEMAMPUAN ISTIMEWA DAN ROMANSA MASA LALU (Part 1)
"Aku pulang," telinga kucing gadis itu berdiri tegak. Matanya berbinar tatkala melihat sosok lelaki yang sudah tiga hari tak pulang itu. Menyaingi Bang Toyib yang minggat tiga tahun. Sama-sama ada tiganya.
"Okaeri, Yuki-pai~" kali ini mata gadis itu menyabit. Gigi taring kecilnya menonjol. Yuki tersenyum tipis. Gadis itu segera bangkit, lalu menuju dapur dan kembali dengan semangkuk sup yang masih mengepul asapnya.
"Kranz baru nyiapin sarapan tadi pagi. Masig anget, kok!" ujarnya ceria seraya menyuguhkan mangkok tersebut di meja ruang tengah. Yuki hanya mengangguk dan duduk. Ia melepas jaket dan meletakkannya di samping.
"Yang lainnya baru berangkat sehabis sarapan. Ada banyak pekerjaan mendesak yang harus segera di selesaikan, jadi semua diminta buat ngambil peran masing-masing. Bahkan Kai sendiri pergi selama seminggu ke dekat perbatasan,"
"Jauh juga...." gadis itu mengangguk. Ia kini duduk berhadapan dengan Yuki. Suara langkah kaki terdengar dari koridor.
"Rei," gadis itu menoleh. Telinganya kembali tegak.
"Nani?" tanyanya pada pemuda yang muncul dari balik dinding.
"Liat tas Revv, nggak?" telinga gadis itu turun. Alisnya seketika menaut.
Loh, daritadi nyariin tas? Kirain udah berangkat bareng yang lain," laki-laki berkacamata itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Yuki menghentikan suapannya dan menoleh.
"Memang ada apa?" Revv tersenyum memelas.
"Itu......dalemnya ada surat permintaan sama bekal Revv.....tadi pagi udah disiapin pas mau berangkat. Tapi karena ada urusan mendadak, Revv tinggal sebentar. Terus, ilang." Reikoo menghela napas.
"Yaudah.....ntar dicari lagi saja. Barangkali keselip atau dibawa siapa, gitu. Kan, kalo nyarinya buru-buru suka nggak keliatan. Sini, duduk aja." Yuki menepuk lantai di sebelahnya.
"Tapi itu kan tugas darurat....." Yuki menggeleng.
"Istirahat dulu aja. Sudah beberapa minggu kan, menuhin permintaan terus? Kai pasti maklum, kok. Lagian Reikoo sendirian jaga di sini." Telinga Reikoo mendadak berdiri. Matanya juga melebar. Ia menggeleng. Yuki merasa heran.
"Masih ada kok selain aku,"
Kresek kresek.
Suara gemerisik dari semak membuat ketiga orang di ruangan tengah itu menoleh ke teras belakang. Sementara, seorang perempuan berambut pendek dengan rambut hitamnya menatap balik kereta dan berkedip beberapa kali.
"Kiaaaa! Ngapain nyangkut di semak-semak?!" wajah Reikoo menjadi panik. Seniornya itu kini tengah memandangi tubuhnya yang "tenggelam" di antara semak-semak yang ujungnya menempel di tepi teras.
"Hee? Itu semak kapan tumbuhnya?" Revv baru sadar ada pemandangan ganjil di markas mereka. Rasanya, kemarin lusa masih bersih. Kia memetik selembar semak dan menatapnya - anehnya - dengan tatapan hampa.
"Itu bukan dari sini." Ujarnya seraya meletakan daun itu di atas semak.
"Hah? Maksudnya?" Reikoo yang penasaran mencondongkan tubuhnya untuk melihat lebih jelas. Sekilas, hanya seperti hedge yang biasa ditanam sebagai tanaman pagar. Hijau, namun sedikit lebih pekat.
Kia lalu menaiki tangga dan berjalan ke dapur melalui teras samping.
"Jangan dipetik. Itu bkan tumbuhan." Pesannya sebelum menghilang (lagi) dan membuat seisi ruangan bingung.
***
Yuki sedang menulis beberapa dokumen saat Reikoo mengangkat jemuran dan melintasi ruangan. Gadis itu berhenti sejenak dan "mengintip" pekerjaan lelaki yang berasal dari Kota Pelajar itu.
"Ada apa?" Yuki bertanya tanpa menoleh. Reikoo masih memeluk lembaran selimut tebal yang menyerap hangat matahari.
"Padahal kerjanya cuma nulis-nulis, tapi bisa sampe lama di luar markas?" Yuki tersenyum dan menggangguk.
"Iya. Pekerjaanku yang berbau akademis, administratif dan sains. Kadang jadi tamu undangan di acara Akademi, kadang freelance akuntan, kadang juga ikut penelitian teknologi dan presentasi. Malah, pernah beberapa kali ikut pertemuan tertutup tentang perkembangan senjata terbaru pemerintah. Mungkin karena itu jadi lama. He-he," Reikoo membulatkan bibirnya dan mengangguk. Ia melanjutkan langkahnya ke kamar dan kembali beberapa menit kemudian.
"Tapi kenapa harus freelance juga? Bukannya itu aja udah banyak?" Yuki mengganti lembar yang ditulisnya dengan lembar baru.
"Seneng aja.....kalo diem di sini suka nggak ada kerjaan, jadi bingung sendiri." Reikoo mengangguk lagi.
"Terus, terus, kenapa kita semua tetep harus kerja di kota-kota? Padahal bayaran dari quest aja nggak sedikit. Kita udah nggak perlu bayar sewa rumah ini, kan?" Yuki tetap melanjutkan pekerjannya dengan tenang.
"Kita ini, mungkin nggak ada bedanya sama para pemberontak yang nggak sejalan dengan pemerintah. Jaman sekarang, semua kuasa yang di luar kehendak pemerintahan dianggap lawan. Tapi, tentu kita nggak main kasar kayak mereka. Kita muncul dengan cara baik-baik dan nggak merusak. Malah, rumah ini aja beli dengan usaha sendiri.
Karena kita nggak mau disamain, maka jangan sampe kita mencolok juga kayak mereka. Nah, buat nyamarinnya, kita ngambil pekerjaan sesuai dengan talent dan passion masing-masing yang kita sebut dengan Shadow Job, sehingga kita punya identitas sendiri di luar. Sebagai sosok yang udah dikenal orang-orang."
"Tapi, kalo surat mereka tetep sampe ke sini, mereka bisa tau siapa kita, kan?"
"Itulah gunanya Courrier khusus yang disebar di beberapa titik. Setiap surat yang ditujukan Psycho-J akan diantar ke kotak pos lokasi tersembunyi. Nantinya, Courrier-lah yang kemudian nganter surat-surat dari berbagai penjuru ke sini.
Para warga udah paham - bahkan mereka bersama berharap - keberadaan kita biarlah tetap tersembunyi. Jadi, masih ada pihak yang masih bisa dimintasi pertolongan. Sampe sekarang, permintaan ngalir terus, kan?" pintu terbuka. Lagi, sesosok perempuan muncul tanpa berkata-kata. Hanya menatap balik dan berkedip: Kia. Di tangannya, seekor burung dengan sayap yang terluka tengah meringkuk.
"Racoon!" eh, burung?
Reikoo segera bangkit dan menghampiri mahluk berbulu krem-kecokelatan itu. Sayapnya sudah diperban, namun ia masih terlihat kesakitan. Kia berkata ia akan menjaganya di ruang perawatan sampai Ai dan Kranz kembali. Merekalah yang biasanya turun tangan saat terjadi sesuatu pada para Courrier. Reikoo yang masih terlihat khawatir hanya menatap Kia sampai ia hilang di balik dinding.
"Kenapa?" Yuki bertanya lagi. Kali ini duduknya memiring ke arah Reikoo yang masih berdiri di koridor.
"Racoon sakit. Sayapnya...."
"Udah......nggak apa-apa. Gitu-gitu sebenernya Kia juga tahu banyak." Reikoo segera mencuri pandang. Telinganya kembali tegak dan tatapannya menjadi sedikit usil. Ia tersenyum kecil dan memerhatikan lelaki itu telah kembali fokus pada pekerjaannya. Sepertinya, ia telah menangkap sinyal yang tak asing di kepalanya.
***
Saat sebagian anggota telah kembali, Racoon - salah satu burung kesayangan Psycho-J - telah mulai pulih, meski masih belum bisa terbang. Kranz segera menghampirinya dan membawanya ke halaman belakang. Secara tak sengaja ia nyaris menginjak semak yang masih berbaris di sana. Membuatnya harus meminta maaf karena mengagetkan mahluk berukuran 20 cm itu. Kabar baru juga datang dari Yui yang ternyata membawa tas Revv. Sebab misi mereka berdekatan, Yui mengambil alih tugas tersebut agar Revv bisa berjaga bersama Reikoo di markas.
Ai dan yang lainnya baru kembali beberapa hari kemudian, disusul oleh Kai yang baru mengetahui kabar Courrier mereka yang terluka dan mungkin akan menyebabkan penumpukan surat di satu titik. Kai lalu meminta Kia untuk mengirimkan Courrier lain agar tidak ada tugas yang tertunda. Setelah pengganti sementara dikirimkan, Kia memerhatikan Ai yang tengah bersiap menumbuk tanaman untuk obat Racoon. Namun, berfokus pada luka yang tak biasa, Kia menyarankan lelaki tinggi itu untuk menggunakan daun semak yang dipetiknya. Ai pun segera menempelkannya pada sayap Racoon setelah dihaluskan.
Burung lain baru saja tiba di kotak surat depan saat Kuro secara iseng berjalan ke pagar. Ia segera mengambilnya dan menyerahkannya pada Kai. Semua orang berkumpul untuk mendengarkan. Hampir seluruh anggota sudah kembali ke markas. Kai memicingkan mata saat melihat logo amplop dan membukanya perlahan, lalu mambacakannya.
Untuk Psycho-J yang terhormat.
Kami mewakili Akademi Kesehatan, mengajukan permohonan untuk perlingdungan pada malam purnama akhir bulan ini. Sebelum senja yang cantik berubah menjadi malam yang kelam, dengan ancamannya yang paling nyata di antara waktu yang lainnya.
Setiap tahun, hutan berisikan Beast yang bukan berasal dari dunia ini menjadi liar. Mereka telah sampai pada puncak penyerapan kekuatan. Sepanjang tahun, mereka telah membangun diri mereka dan kelak akan keluar dari persembunyian untuk menambah kapasitas kemampuan mereka: melalui pencarian mangsa.
Kami yang tak berdaya selalu mengandalkan pihak pemerintah yang terhormat dan para anggota Guild yang gagah berani. Namun, gejolak yang tak tertahankan di berbagai daerah telah membua Barak sepi penghuni. Menyisahkan puluhan yang masih bersiaga hanya untuk berjaga-jaga.
Kami kirimkan surat ini dengan harapan masih adanya hari esok untuk kami. Dengan segenap kerendahan diri, kami nanti kedatangan kalian di akademi.
Dengan sepenuh harapan,
Kru Akademi Kesehatan.
"Puitis banget," celetuk Hyde. Yui menyikutnya seraya mendengus.
"Beda kalo orang berpendidikan. Da kita mah apa atuh." Aoi menoleh dan yang berdesis. Keduanya menutup mulut rapat.
"Ini bakal jadi tugas berat. Nggak cuma butuh modal fisik." Kai menatap Rexx yang berdiri menyandar. Lelaki bertubuh kekar itu sudah mengerti maksud Kai.
"Untuk misi kali ini, gue pilih," Kai menyapu pandangannya ke seluruh ruangan. Ia mengangguk mantap.
"Kazu, Hyde, Kia, Kuro, Micchi, Revv, Yui, Sachiko, Ken, Ai, Yuki." Reikoo tersentak.
"Yui juga ikut?!" Yui hanya menggaruk kepalanya, kebingungan. Entah harus merasa excited karena terpilih bak kontestan ajang pencari bakat atau justru khawatir.
"Micchiiii!" Kranz dan Purin memeluk perempuan berambut ikal itu. Kai mendengus.
"Lo juga ikut Purin!" kali ini perempuan subur itu tersentak. Ia menatap Kai tak percaya. Micchi balik memeluknya kegirangan. Sekarang Kranz sendiri yang sedih.
"Kenapa Kai nggak ikut?" Aoi memastikan pilihan Kai. Kai menggeleng.
"Kan, gue bilang, ini bukan tentang fisik. Gue, Rexx, Gin dan lo nggak cukup untuk tugas ini. Lawan kita bukan mahluk biasa. Gue harap semua aware tentang itu." Yang lainnya mengangguk.
"Untuk strategi, Yuki akan butuh studi lapangan dulu buat nentuin penempatan masing-masing. Jadi, 24 jam dari sekarang, kita istirahat supaya bisa sampe lebih cepet dan lebih prima. Gue nggak mau ada yang lengah dalam misi kali ini, sebab gue yang bertanggung jawab atas kalian semua. Ngerti?!"
"Siap, Kaichou!" semua serentak menjawab. Mereka lalu bergegas menuju kamar masing-masing dan meyiapkan perlengkapan yang diperlukan. Setelah sekian lama, akhirnya mereka kembali menghadapi misi tingkat atas yang tak hanya membutuhkan kerjasama tim, tapi juga strategi yang matang agar dapat dikerjakan tanpa harus memakan korban.
Kia berdiri di teras belakang sambil menatap kosong ke arah barisan semak-semak yang masih tinggal di sana. Tak bertambah tinggi, pun bertambah banyak. Sesuatu mengusik pikirannya tentang tanaman yang mampu menembus dunianya itu. Ia berdiam untuk beberapa saat, lalu menuju ladangnya dan memetik beberapa tanaman sebagai bekal. Bersiap seperti yang lainnya.
[TO BE CONTINUED]
(Created by: Ojou-sama a.k.a Kia)
P.S.: Mohon maaf atas keterlambatan A TALE OF PSYCHO-J: CHAPTER 6. Karena ada beberap problem yang terkait dengan publisher. Satu info lagi, post A TALE OF PSYCHO-J akan ditunda untuk sementara dikarenakan kreatornya saat ini sedang sibuk. Terima kasih atas pengertiannya.
No comments:
Post a Comment