MIYU: THE RETIRED COUNCIL
"Makan malam telah siap~" ruang tengah ramai oleh sorak sorai. Beberapa dari keramaian itu berusaha menenangkan. Selalu. Saat berkumpul yang hangat tak pernah sepi dari riuh dan canda tawa. Semua yang telah menyelesaikan misi dari berbagai daerah akan tiba pada malam hari. Karena itulah, momen makan malam menjadi istimewa. Bahkan, sesekali Micchi mengabsen jika semuanya kembali ke markas.
Miyu dan Kranz meletakan piring-piring besar berisikan makanan yang masih mengepul asapnya. Hyde menahan Yui yang tubuhnya sudah condong untuk mengambil makanan. Gadis itu lalu mengomel. Ken bergurau jika founder lah yang pertama kali berhak mengambil makanan. Semua menyoraki. Kai lalu menenangkan. Meminta semua untuk berdo'a mengawali makan malam. Tidak ada yang lebih indah dari momen berkumpul yang dihiasi do'a, bukan?
Kranz lalu mempersilahkan Kai untuk mengambil lebih dulu karena ialah yang selama ini bekerja keras untuk kelompok, bahkan hampir menangani semua urusan yang ada. Micchi setuju dan menambahkan, tanpa ke"perfeksionis"an Kai, mereka mungkin tak akan serapi ini. Dan entah bagaimana semua sepakat dan mengangguk. Turut mempersilahkan Kai untuk mengambil piring.
Tapi Kai justru menggeleng. Ia bilang, semua orang disini berarti untuknya. Untuk kelompok ini. Semua memiliki peran masing-masing dan telah membantu banyak hal dalam keberlangsungan kelompok ini. Beberapa tahun telah dilalui bersama dan mereka masih kukuh berdiri. Semua tersentuh dengan mata berkaca-kaca. Purin bahkan menangis sampai Kuzan dan Gin menyuruhnya berhenti. Yang lainnya lalu tertawa, sementara Kranz dan Micchi memeluk Purin. Mereka sudah seperti saudara. Tertawa dan berair-mata bersama.....kecuali purin yang memang ekspresif....
Kai lalu mempersilahkan Miyu dan Kranz untuk mengambil makanan terlebih dahulu, sebab merekalah yang telah bekerja keras untuk menyiapkan makan malam. Selain keduanya, semuanya mendukung pendapat Kai. Rex bergurau jika mereka boleh memberi kata sambutan sebelum makan. Miyu lalu tertawa dan Kranz menggeleng. Ujarnya, selagi makanan masih hangat, akan lebih baik jika segera disantap. Keduanya pun mengawali makan, diikuti yang lainnya yang ternyata masih saja ribut. Suasana kembali ramai.
"Masakan Miyu selalu enak, ya." Kazu menghampiri Miyu yang berdiri di halaman. Ia mencicipi satu demi satu makanan di piringnya. Miyu menoleh dan tersenyum.
"Pernah punya pengalaman jadi Chef?" Miyu menggeleng.
"Nggak. Aku dulunya dewan senat." Kazu mengangguk takjub.
"Kenapa berhenti?"
"Yaah....tau sendiri lah kondisi sekarang bagaimana. Mau ngomong apa juga serasa lalat lewat. Ha-ha-ha," Miyu kembali menyantap masakannya. Tak peduli sedikit atau banyak permintaan yang masuk, Kai selalu berusaha mengatur pengeluaran se-stabil mungkin. Apalagi, ada Miyu dan Kranz - sesekali Kia dan Rex - yang handal mengolah makanan. Jadi, sesedikit apapun bahannya, tetap bisa diolah senikmat mungkin.
"Justru baru jadi Chef setelah punya Shadow Job. Ngeliat orang seneng karena hasil kerja keras kita itu.....ada kepuasan sendiri." Kazu mengangguk lagi sambil terus mengunyah.
"Tapi bagaimana ceritanya bisa gabung Psycho-J?" Miyu menoleh ke teras. Beberapa lelaki sedang berbincang dan sesekali tertawa. Mereka memakan hidangan dengan lahap di sela-sela perbincangan.
"Ken." Suara jangkrik bersahutan. Hawa dingin yang lembab menyelimuti. Bulan di langit terhalang awan yang berarak, lalu kembali terlihat dengan cahaya yang redup.
"Si bocah sialan itu ngelengserin aku dari senat." Sepintas urat timbul di samping kepala Miyu. Kazu mundur selangkah.
"Beneran?" Miyu menggeleng dan tertawa. Ia masih ingat hari itu. Saat seorang lelaki bermulut pedas dari Guild berani mempertaruhkan nama Senat untuk menyelamatkan satu kota beserta isinya.
***
"Viscae tidak bisa diselamatkan lagi. Kekacauan itu telah melumpuhkan semua sudut kota,"
"Tapi, bagaimanapun mereka bagian dari Negara kita. Bahkan posisi desa itu jauh dari perbatasan. Mereka jelas merupakan tanggung jawab kita."
"Kalau begitu kita akan mengganti tempat itu dan menjadikan tanahnya milik pemerintah. Kita akan menggunakannya untuk keperluan lain."
"Lalu penduduknya? Bagaimana dengan mereka?"
"Sudah cukup. Rapat ditutup." Palu diketuk tiga kali. Pria berjubah yang duduk di meja paling ujung bangkit dan meninggalkan ruangan. Dengan muka masam.
Miyu menghela napas. Ini bukan yang pertama kalinya kasus seperti ini terjadi. Para pemberontak dan perompak semakin menjadi. Mereka mengekspresikan isi kepala mereka dengan segalam macam cara. Menghancurkan fasilitas kota. Menyerang penduduk tak bersalah. Mengklaim tanah-tanah yang luput dari perhatian. Merepotkan para pasukan yang akhirnya bekerja setelah sekian lama bersantai dengan kedamaian.
Perempuan itu masih bersandar di kursi rapatnya. Seorang pria tersenyum dan berpamit padanya saat hendak keluar ruangan. Seorang wanita cantik - dengan kacamata dan rambut cokelat sepunggung - di belakangnya ikut tersenyum dan bertanya jika Miyu ingin makan siang bersama. Miyu hanya menggeleng dan tersenyum. Mempersilahkan semuanya untuk pergi.
Kini ia sendirian di ruangan itu. Melamunkan pendangan. Membersihkan pikiran. Urusan Negara kini sungguh penat. Ia sendiri nyaris tak percaya, orang-orang yang dihormatinya kini bersembunyi entah dimana. Mungkin menikmati kekayaan mereka. Bersantai menyewa rumah pantai di Negara seberang. Bersenang-senang bersama para gadis dan wanita yang cantik jelita. Ah....apalah ia.....
Miyu akhirnya memutuskan untuk keluar ruangan. Penjaga gedung yang tengah menunggu untuk mengunci ruangan tersenyum dan segera melakukan tugasnya setelah Miyu melewati pintu. Namun, belum jauh melangkah, seorang pesuruh memanggilnya untuk menemani seseorang di luar. Katanya dari Guild. Miyu mengerutkan alis, namun tak berkata apa-apa. Ia segera menuju pintu utama.
Seorang lelaki berseragam tengah berdiri menunggu bersama dua orang lainnya. Miyu menghampiri.
"Ada perlu apa?" lelaki yang paling depan menoleh.
"Saya di sini atas panggilan,"
"Panggilan?" Miyu menengahkan alisnya. Lelaki itu mengangguk.
"Iya. Belum tahu untuk tugas apa. Jadi kami diminta menemui...." melebarkan segulung kertas yang digenggamnya, lelaki itu menyebutkan sebuah nama dan Miyu tampak berpikir sejenak.
"Kami baru keluar rapat. Nggak diminta ketemu di jam yang spesifik?" ia menggeleng.
Belum sempat Miyu berkomentar lagi, seorang pria paruh baya muncul di belakang Miyu sehingga ia menepi dan membiarkan mereka berhadapan. Lalu, ketiga lelaki itu dipersilakan masuk dan berjalan mengikuti sang pria. Miyu hanya memandangi punggung para pria yang kemudian hilang di balik pintu ruangan. Sesuatu terasa ganjil di benaknya. Namun, karena terlanjur merasa lelah, ia hanya pergi dan keluar dari bangunan yang menjadi landmark ibukota Negara ini.
***
Siang itu, terjadi keributan di ruang pertemuan besar. Miyu yang baru saja tiba bertanya pada penjaga yang hanya menggeleng. Katanya, tiga orang dari Guild kembali lagi dan ruangan menjadi ramai tak lama kemudian. Miyu berjalan ke ruangan untuk memastikan jika mereka datang bukan untuk memulai keributan. Saat ia membuka pintu, satu dari pria berseragam Guild menggebrak meja dengan wajah merah dan ekspresi penuh kemarahan.
"Aku bersumpah! Aku berani menjamin keadaan mereka bisa kembali seperti semula! Bahkan lebih baik lagi! Tidak ada gunanya menetralisir tempat itu!"
"Dengan apa KAU bisa membayar semua itu?" tantang pria paruh baya yang menaikkan dagu dengan angkuh.
"Berikan kami suplai pangan dan material selama sebulan! Akan kita lihat apa yang nanti kita dapat!" pria itu terkekeh ringan.
"Kalau KAU gagal, Senat akan dianggap gagal memanajemen hal kecil. Lalu mereka akan menggeneralisir segala sesuatunya,"
"Aku tidak peduli." Lelaki dari Guild menegakan badannya. Kali ini tatapannya menajam.
"Jika aku berhasil membuktikannya, aku takkan pernah sudi melihat wajahmu lagi." Lelaki itu membalikan tubuhnya. Lalu berjalan cepat dan keluar dari ruangan rapat. Miyu segera menyingkir sebelum lelaki itu nyaris menyikutnya.
Perempuan itu hanya terdiam dan memerhatikan pria yang dihormati sebagai Ketua Bidang Pemberdayaan Wilayah itu. Entah mengapa, belakangan ini permasalahan ekonomi begitu sensitif, bahkan di pemerintahan. Miyu menghela napas panjang. Ia lalu menggeleng dan keluar dari ruangan.
-Visace; kini L'Visae-
Kilauan bening dari danau berkelap-kelip bak hamparan berlian yang menari. Permukaan air yang bening, memantulkan dengan indah cahaya matahari yang menerpanya. Beberapa perahu yang tertambat persis di bawah tebing terayun-ayun, menanti penumpang. Sementara, para penduduk saling menebar senyum pada pengunjung yang datang dari berbagai penjuru. Mulai dari wisatawan, traveller, pedagang, sampai pensiunan prajurit yang rela jauh-jauh datang demi menikmati pemandangan yang ada.
Bangunan-bangunan yang tiga minggu lalu porak-poranda dengan atap runtuh dan patahan kayu dimana-mana, kini berdiri kokoh dengan puluhan kamar di dalamnya. Sebagian masih dalam tahap pembangunan. Bahkan, di beberapa sudut, pagar-pagar pembatas masih melingkari kerangka yang baru saja dibuat. Para pekerja sibuk merapikan ini dan itu. Beberapa pria paruh baya masih terlihat mengangkut sisa-sisa kayu dan memasang bata untuk lantai. Dan, beberapa wanita juga para gadis tampak merapikan rumput dan tanah yang tengah ditanam bibit.
Viscae, kota tepi danau yang tadinya hanya dikenal sebagai kota pemancingan itu, kini telah diberdayakan menjadi kota wisata. Danaunya dibersihkan. Sarana penarik wisatawan didirikan. Bahkan, sebelum dibuka secara resmi, orang-orang telah mendengar kabar angin tentang perkembangannya dan berdatangan demi melihat dengan mata kepala sendiri. Kota ini akan diresmikan secara publik seminggu lagi, dan mengubah nama - sekaligus jati dirinya - menjadi L'Visae.
Senat tidak berkata apa-apa. Bahkan, sebagian dewan ketua bidang takjub dan mengagumi perkembangan kota itu. Beberapa dari mereka datang langusng dan sepakat untuk melanjutkan proyek. Nama Senat selamat. Miyu tidak berkomentar selain melangkah meninggalkan kota itu dengan senyum dan gelengan.
"Pergilah ke mana hatimu ingin mengarah." Miyu menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke arah lelaki yang tengah memandangi danau. Ia merasa lelaki itu menggumamkan sesuatu. Tapi karena terlihat seakan tak terjadi apapun, Miyu berjalan kembali dan menaiki kencana yang akan mengantarkannya pulang ke ibukota.
".....Dengan begini, L'Visae tetap akan berada dalam tanggung jawabku." Pria paruh baya itu menyunggingkan senyum.
"Maat, tidakkah itu akan melibatkan pihak yang masih bisa mengurusi hal lain. Ini bukan urusan darurat. Kalian urusi saja hal yang lebih mendesak." Miyu hanya menunduk. Kereta kencana berhenti di depan bangunan Landmark.
Para dewan turun dan memasuki bangunan. Mereka menuju ruang rapat untuk mendiskusikan keputusan akhir. Pria paruh baya yang kembali memasang angkuh itu memutuskan untuk menjadikan L'Visae sebagai kota di bawah naungannya. Yang lainnya hanya saling bertatapan dan tidak berkomentar.
Semenit setelah keheningan, palu diketuk dan pria paruh baya itu bejalan keluar dengan wajah sumringah. Dua Ketua Dewan lalu berbisik-bisik, sementara yang lainnya keluar ruangan. Miyu masih terdiam. Sampai kemudian ia bangkit dan meninggalkan dua orang yang masih berdesas-desus di belakangnya.
Miyu memasuki ruangannya dan berganti pakaian. Ia memandangi berbagai catatan dan lembar laporan di dindingnya. Sebuah peta dengan coretan-coretan terpampang lebar. Sementara, fotonya yang berpigura dengan tulisan "Ketua Dewan Bidang Humas Berdedikasi" terpaku di sebelah peta itu. Miyu menghela napas panjang. Ia mencabut foto itu, memandanginya, lalu meletakannya secara terbalik di mejanya. Ia memastikan gulungan yang telah ditanda-tanganinya berada di meja, meletakkan kunci ruangan di samping gulungan itu, lalu berbalik dan keluar. Meninggalkan kursi dan ruangannya. Entah sampai kapan....
***
Festival yang tengah dihelat mengundang keramaian. Beragam dagangan dijajakan oleh para penjual. Stand-stand permainan menawarkan berbagai hiburan singkat yang menarik. Warga tumpah-ruah di alun-alun. Berbagai pengunjung hingga yang berasal dari Negeri seberang bahkan tak luput berkunjung ke ajang terbesar yang digelar per tahun itu. Negara sedang berbahagia. Setidaknya untuk saat ini.
Miyu sedang mengelilingi area festival saat seorang Florist menyodorkan setangkai bunga secara cuma-cuma. Ia lalu berterimakasih dan hendak beranjak saat matanya secara tak sengaja menangkap sesosok lelaki yang pernah dilihatnya. Duduk di depan bangunan seperti aula, berbincang dengan lelaki lain yang tampak seumuran. Lelaki itu seakan sadar, spontan menolah dan bertemu tatap. Ia tersenyum dan melambai. "Menyambut" kawan lama yang akhirnya dipertemukan kembali.
Ya, Miyu masih ingat persis hari itu. Saat ia akhirnya bergabung dengan sekelompok manusia yang kini menjadi keluarganya. Menyantap makan malam bersamanya. Bahkan tinggal bersama dengannya. Menikmati hari demi hari tanpa pertentangan di hati....
[MIYU: THE RETIRED COUNCIL - END]
NEXT ON "A TALE OF PSYCHO-J": next origin story, a member who might be the next front man in the future generation, -YUUKI: KEMAMPUAN ISTIMEWA DAN ROMANSA MASA LALU-!!!
(Created by: Ojou-sama a.k.a. Kia)
No comments:
Post a Comment