Friday, June 10, 2016

A TALE OF PSYCHO-J (HEROES ARC): CHAPTER 3

GIN: SEBUAH MISI YANG GUGUR (Part 3)

"Lapor! Seluruh bangunan disulut oleh api! Pasukan Rebel telah berada di tepi ladang!"

"Beritahu semua untuk menjalankan rencana B!"

"Siap!" Gin berusaha berpikir jernih. Ia yakin kekacauan ini berasal dari sumber yang tak jauh. Ia lalu memanggil salah seorang anggota Guild untuk memberi aba-aba pada pemuda yang ditugaskan sebelumnya.

Para penduduk yang "terpaksa" keluar dari pengamanan dikumpulkan ke satu-satunya bangunan yang berhasil diselamatkan. Tak lama kemudian, beberapa ledakan terdengar di hutan sekitar ladang dan juga saluran irigasi. Para Rebel yang berhasil menembus ladang berjatuhan. Ranjau yang dipasang oleh pemuda-pemuda itu berhasil melukai mereka. Gin memang sengaja meminta mereka untuk mengerjakan hal tersebut karena merekalah yang paling mengerti medan pertarungan kali ini. Terima kasih atas kemauan untuk bekerja sama.

Dan, bicara tentang yang paling mengetahui...

Gin baru saja menyadari, sedari tadi, seorang penduduk tak terlihat batang hidungnya untuk membantu menghadang para Rebel. Ia pun berlari ke arah ladang dan menghampiri salah satu kincir yang paling dekat dengan hutan. Dengan cepat, diayunkannya pedang dari sarung di pinggangnya.

Srat!

"Ugh,"

"Sudah kuduga," Gin menatap tajam sosok yang pertama kali terbesit di pikirannya itu. Ia tahu persis keadaannya. Mengerti kemampuannya, dan menyadari gelagat anehnya.

"A...aku diancam! Mereka mengancam keluargaku yang sedang menjual hasil panen di luar sana! Istri dan putriku dalam perjalanan! Aku...aku...aku tak bisa kehilangan mereka!" lelaki kuyu itu tersungkur di hadapan Gin. Bersimpuh, menangis sambil gemetar. Gin hanya menatap punggungnya, dingin.

"Informan pengkhianat. Bukankah kami telah berjanhi untuk menjaga setiap bagian dari desa ini? Kau akan mendapatkan hukumanmu nanti. Tapi aku tak akan membiarkan desa ini jatuh." Gin menarik pedangnya yang menancap di tembok kincir raksasa.

"Ikut aku," ia lalu menggiring laki-laki ke alun-alun di antara bangunan penduduk, mengikat tangannya pada tiang sumur, dan memintanya untuk diam di sana sampai pertarungan berakhir. Lelaki itu hanya duduk memeluk lutut dan mengangguk lemas. Sebelum Gin sempat memikirkan rencana lain, sebuah jeriran seketika mengagetkannya. Suara itu....Nae?!

Gin segera menghampiri asal suara dan mendapati bahwa pengawal yang ditetapkannya telah tumbang di tepi hutan. Gin menggertakan giginya, lalu memejamkan mata. Berusaha mengatur napas, ia pun kembali mengejar penculik Nae, menyusuri hutan. Sementara itu, suasana di ladang semakin riuh. Para penduduk yang terluka dibawa ke bangunan yang dikhususkan untuk pemulihan. Sisanya terus berjuang melawan.

Para penculik Nae tak bisa berkutik. Mereka segera tumbang menerima serangan Gin. Sementara, Nae hanya berdiri dan menutup mata. Tubuhnya gemetar.

"Apa mereka melukaimu?" Nae hanya menggeleng. Ia mulai sesegukan. Gin merasa bersalah. Ia menarik kepala Nae dan menyandarkannya di dada. Mendekapnya.

"Maafkan aku-"

Slep!

Sebuah panah melesat dari arah pepohonan. Mengenai bagian samping badan Gin sehingga ia duduk bersandar. Nae menjerit.

"Sudah cukup nuansa romansanya." Seorang bersuara berat yang meremehkan muncul di kegelapan. Wajah bengisnya merendahkan Gin. Nae menutup mulutnya dengan tangan. Air matanya masih bercucuran.

"Kau tahu mengapa kau begitu payah?" pria itu mengeluarkan sebatang rokok dan korek dari sakunya, lalu menyalakan keduanya. Mengisap rokok sekali, lalu menghembuskannya. Ia kembali mengeluarkan sesuatu dari balik jaket jeansnya. Gin terengah-engah.

"Setidaknya, kau tahu ini apa." Pria itu melebarkan gulungan berstempel yang dikeluarkannya.

"Coba lihat.....aah.... di bagian akhir ini tertulis, 'dengan ini, Sera menjadi bagian dari wilayah pemerintahan'. Bualan yang lucu, bukan? HAHAHAHAHA!" Pria itu tertawa kerasa hingga Nae ketakutan memandanginya. Gin tak bisa bergerak. Panah Bandit itu telah dilumuri racun yang melumpuhkannya.

"Tapi tenang saja.....ini takkan lama. Tidak akan ada lagi tangan kotor di sekitar sini. Tidak akan ada lagi yang menyengsarakan daerah ini. HAHAHAHA...." pria itu menyudutkan rokoknya ke lembar perjanjian yang disepakati bertahun yang lalu itu. Membakarnya perlahan. Meruntuhkan status Sera dari naungan pemerintahan. Serta, menjatuhkan harga diri Gin jauh-jauh. Misinya telah gagal. Tugas untuk melindungi perjanjian itu dari tangan para pemberontak....

"Nah, sekarang, apa yang bisa kita lakukan, sayang?" pria itu mengangkat dagu Nae. Gin serasa ingin memotong tangan kurang ajar itu.

"Jauhkan.....tangan busukmu....."

"Apaaaa? Apa aku mendengar sesuatu?? Oh, sampah ini. Sampah sepertimu sebaiknya dibuang saja. Sampah yang berasal dari kegagalan tugasnya," pria itu mengakhiri kalimat dengan membisikannya, lalu tertawa keras. Gin memejamkan matanya. Pikirannya mulai kacau.

"Di sana!" beberapa pasukan Guild yang menyadari hilangnya sosok terpenting mereka berlari dari arah bangunan. Pria gempal itu berdiri. Menghisap rokoknya sekali, lalu membuangnya ke atas kaki Gin dan menginjaknya. Tak lupa pula ditendangnya lelaki yang tak berdaya itu sebelum pergi.

"Lepaskan pangkat kebanggaanmu yang tak berguna itu." Ia memberi isyarat pada bawahannya untuk pergi dan menghilang di balik hutan. Pasukan Guild yang berlarian terus mengejar sosok-sosok tersebut. Sementara, dua orang berhenti untuk membantu Gin.

Tangis Nae terhenti; berubah menjadi perasaan bersalahnya karena mengambil gulungan itu dari tempatnya....Gin pun segera dipulihkan. Para Rebel yang masih selamat ditangkap dan dipenjarakan. Suasana kembali seperti semula dengan  ketegangan yang tersisa. Kecuali bangunan-bangunan dan ladang yang hangus sebagian....

***

"Kami berterimakasih banyak atas bantuan Anda. Mungkin, mereka bisa saja melakukan hal yang lebih daripada ini. Dan yang lebih luar biasanya, dengan keadaan sekacau ini, Anda masih bisa melindungin nyawa kami semua. Terima kasih banyak....." Kepala Desa membungkuk hormat pada barisan pasukan Guild yang telah berkemas. Tidak ada lagi barang-barang mereka tertinggal di desa. Perang telah berakhir. Desa telah aman. Setidaknya, untuk saat ini...

"Tolong bimbing ia juga....kami sungguh menyesalkan kejadian tak terduga ini...." lelaki kuyu yang membakar bangunan warga itu tertunduk lemas dengan tali yang mengikat tangannya. Ia akan di bawa ke pusat sebagai tahanan. Gin akan menjelaskan semua situasinya pada pengadilan.

"Terima kasih juga atas kerja samanya. Kami tak akan berhasil tanpa kalian." Gin memberi salam hormat pada semua penduduk yang berkumpul untuk melepas mereka. Anak-anak menangis. Mereka tidak ingin jauh dari sosok bak pahlawan yang baru saja melindungi seisi desa. Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk mengidolakan para pasukan Guild....

"Kami permisi," Gin membalikan badan. Sampai sosoknya terlihat jauh dari pendangan warga, Nae tak juga muncul di antara mereka. Entah karena apa. Dan Gin pun tak pernah menanyakannya. Bahkan, sejak hari itu, Gin jarang terlihat di markas. Ada yang bilang, pangkatnya diturunkan. Ada yang bilang, ia semacam putus asa dan memikul beban malu. Malah, ada juga yang bilang dia keluar dan jadi prajurit bayaran independen. Yang jelas, beberapa minggu kemudian, aku sadar bahwa ia bukan bagian dari Guild lagi, dan menghilang begitu saja....lenyap seperti perjanjian yang habis dilahap apa....

***

Gin sedang berjalan di teras belakang saat ia melihat Kia tengah menanam sesuatu di "ladangnya" sambil bersenandung riang. Ia berhenti sesaat dan memandang gadis itu. Kemudian pergi dan meninggalkan "markas."

Reikoo yang ketiduran saat mendengarkan cerita Ken dibiarkan terlelap di teras. Ken tidak berani membangunkannya. Lagipula, mana mau gadis itu disentuh?

-Sera-

Di desa ini, hari sudah sore saat seorang pria yang pernah datang sebagai "pahlawan", kembali sehingga beberapa penduduk nyaris terkejut mendapatinya. Meski belum lama ini ia datang untuk memenuhi permintaan salah satu dari mereka, kali ini keberadaannya yang seorang diri seakan seperti kejutan.

"Tuan Gin? Itu tuan Gin! Tuan Gin kembali!" Seorang remaja yang dulunya hanya anak kecil yang menangisi kepulangan Guild itu berteriak dan memberitahukan para penduduk. Mereka pun sontak menghampiri dan menyambut kembalinya pemuda itu. Menanyakan kabar, memberikan minum, dan melakukan obrolan bagai teman lama yang baru bersua kembali.

Namun, kali ini "pahlawan" mereka itu mampu tersenyum dan hangat. Sesekali ia mengusap kepala anak yang berjingkrak di sampingnya. Berbeda dengan sosok dingin berwibawa yang menyelamatkan mereka bertahun yang lalu. Ia mengunjungi setiap bangunan yang telah direnovasi - dengan tambahan ruang bawah tanah sebagai antisipasi dan pelajaran dari kejadian yang lalu - bahkan menyusuri ladang bersama anak-anak. Kepala Desa telah tiada beberapa bulan setelah pertumpahan darah terjadi. Kabarnya, beliau sakit keras. Gin hanya mengangguk mendengar penuturan mereka.

Saat ditanya apa tujuannya ke sini, ia hanya berkata bahwa ia merindukan desa ini dan ingin kembali menikmati keindahan alamnya. Para penduduk lalu sepakat untuk membiarkannya dan menawarkan makan malam. Gin setuju untuk singgah sebentar sampai makanan siap. Anak-anak yang kegirangan pun membuntuti orang tua mereka kembali ke rumah.

Gin memandangi pucuk-pucuk tanaman yang keemasan diterpa sinar matahari. Ditiup angin sore yang sepoi, pucuk-pucuk itu melambai pelan seolah menari, membentuk formasi. Gin menghela napas panjang dan mendaki. Menuju ke tempat yang selalu ia singgahi sebelum pagi, dulu.

Sepi.

Di bukit samping rumah mantan Kepala Desa itu, tidak satupun yang berada di sana. Bangunan yang telah lama tak ditinggali itu pun tampak berdebu, dan kayunya using dimakan waktu. Gin memandangi ladang dari tepi bukit. Perasaan hari itu seakan kembali ke dalam dirinya. Hari itu. Saat ia....

"Kau...." Sebuah suara lembut yang tak percaya, membuat Gin menolehnya. Binar mata itu tak pernah berubah. Sepasang bola yang berkaca-kaca, indah. Tak ada satupun dari mereka yang berkata. Keduanya hanya saling menatap. Diam.

"Selamat datang......kembali....." sambut suara itu dengan lirih. Ia tersenyum manis. Seperti hari itu. Dengan raut yang lebih dewasa. Gin tersenyum kecil. Sosok yang kini nyaris menyamai tingginya itu mendekat dan menatapnya. Ia lalu duduk. Seperti mereka pada waktu itu.

"Aku tak menyangka......akhirnya kau sudi berkunjung....." Gin duduk di sebelahnya.

"Kau masih punya cerita yang belum diberitahu, bukan?" sosok itu tertawa kecil.

"Kau tak berubah. Sama sekali di luar dugaanku......" lagi, angin sepoi berembus. Mengiringi perbincangan hangat mereka sore itu. Mengembalikan suasana bertahun yang lalu. Meluluhkan kekakuan Gin yang keliru dengan pikirannya.

Hari itu, mereka berdekatan kembali. Seperti Gin dan Nae di masa lalu.

***

Matahari kembali terbit. Kia kembali sibuk dengan "ladang"nya yang gundul dicabuti. Siapa lagi pelakunya kalau bukan orang yang suka menggigiti rumput saat tak punya kerjaan?

"Ini," Kia menoleh ke pemilik tangan yang menyodorkan sekantong bibit untuknya. "Gin?" Kia hanya mengerjap.

"Mau nggak?" diambilnya kantong itu dengan mulut mengerucut.

"Ngasih tapi nggak niat," gerutu gadis itu.

"Makasih." Ujar Gin pelan. Kia menoleh untuk yang kedua kalinya.

"Kok?" lelaki itu tidak menanggapi. Ia terus berjalan ke ruang tengah dan kembali bermalas-malasan.

"Kayanya dia belajar sesuatu," Ken yang tiba-tiba muncul sambil membawa ranting-ranting tersenyum. Kia semakin bingung.

"Mungkin, ngeliatmu yang masih semangat 'berkebun' dan 'welcome' walaupun tanamannya dipetikin, dia ngerefleksiin ke sesuatu. Jadi dia bermaksud berdamai dan minta maaf. Yah, mungkin~" Ken lanjut berjalan ke dapur. Meninggalkan Kia yang sedaritadi tak bergerak dan berusaha mencerna setiap perkataan.

Hari ini, orang-orang aneh....

"Ano.....Gin?" Lelaki itu membuka sebelah kelopak matanya dan melirik ke arah lorong. Telinga kucing terlalu mencolok untuk disembunyikan di balik dinding.

"Boleh....ngomong?" Gin kembali memejamkan matanya. Reikoo pelan-pelan mendekati.

"Itu.....tentang....kemarin lusa...." sebenarnya Ken sudah memperingatkan untuk tidak mengganggu Gin dengan pertanyaan yang terlalu pribadi. Katanya, Gin sudah mau bergabung dengan kelompok ini saja sudah beruntung.....Tapi, rasa penasaran itu tetap tak mau lenyap >.<

"Apa....perempuan yang lalu itu.....punya hubungan......denganmu.....dulu?" Gin tak menjawab. Masih berbaring dengan kedua tangan di bawah kepalanya. Tak bergerak.

"Dia....tampaknya sedih......itu.....apa....aduh...." Gin tiba-tiba membuka mata dan duduk. Lalu mengusap belakang lehernya dan menguap.

"Eh, itu....." Reikoo menjadi gugup.

"Aku.....aku lihat.....dia sedih.....m......mungkin.....mungkin......dia mau.....ngajak......ngobrol....atau.....apalah......eh....." Gin merenggangkan tubuhnya dan bangun. Ia berjalan ke arah pintu depan yang belum diperbaiki.

"Jadi, bisa nggak kalian deket lagi?!" Reikoo segera menutup mulutnya dengan telapak tangan. Seakan telah mengucapkan sesuatu yang terlarang. Gin menghentikan langkahnya.

"Ngomong apa sih?" ujarnya dingin.

"Nae itu kan spirit," lanjutnya seraya menoleh. Reikoo tersentak. Matanya terbelalak.

"Beberapa hari sehabis kematian Kepala Desa, dia menyusul keluarganya yang masih berkelana. Kayaknya sih pengen jemput kakaknya juga. Tapi, di tengah perjalanan, ada sesuatu. Mungkin ulah bandit yang masih dendam karena gagal nyelakain, dulu. Jadi, dia sama keluarganya nggak pernah ke desa. Terus, pas muncul, yah, udah ngeliat sendiri lah, bagaimana." Jelasnya cuek.

"Tapi tenang aja. Sekarang semua bakal baik-baik saja." Gin lalu menguap lagi.

"Udah ah, mau benerin pintu. Nanti Kai ngamuk." Reikoo masih tergugu. Sebutir air mengalir menuruni pipinya.

Itu artinya, Gin telah mendatanginya, bukan? Dan perempuan itu.....akan tenang.....Reikoo mengusap air matanya. Lalu tersenyum dan pergi untuk mengambil kotak perkakas dari gudang.

Benar. Semua akan baik-baik saja, bukan?

[GIN: SEBUAH MISI YANG GUGUR - END]

NEXT ON "A TALE OF PSYCHO-J": Cerita origin Gin selesai!! Namun, ini belum berakhir! Banyak yang belum terkuak mengenai PSYCHO-J dan juga anggota-anggotanya!! Nantikan cerita origin selanjutnya dalam chapter, -TSUNA: POTONGAN MEMORI YANG HILANG-!!  

(Created by: Ojou-sama a.k.a Kia)

No comments:

Post a Comment