Tuesday, March 29, 2016

A TALE OF PSYCHO-J (HEROES ARC): CHAPTER 1

GIN: SEBUAH MISI YANG GUGUR (Part 1)

"Kami pulaaaang!" Kai segera bangkit dari duduknya demi menyambut kerumunan yang baru saja selesai dari misi mereka. Melalui pintu yang terbuka (karena belum diperbaiki), Kai dapat melihat Reikoo, Revv, Aoi, dan Gin melewati pagar dan memasuki bangunan "markas" mereka.
"Bagaimana?" Tanya Kai begitu mereka sudah berkumpul di teras depan. Reikoo segera tersenyum lebar dan menoleh ke rekan-rekannya dalam misi kali ini, lalu mengacungkan jempol.
"HAPPY!!" ujar mereka serempak. Kai menghela napas lega. Sementara, Yuki yang masih duduk dan memerhatikan dari dalam tersenyum happy. Kode yang diucapkan jika misi berhasil dilaksanakan dengan hasil memuaskan.
Tiba-tiba, dari dalam, Kranz, Micchi, Ai, dan Kia keluar sambil membawa kue dan mengucapkan selamat. Micchi dan Miyu dengan gembira meletupkan cracker yang tadi ikut dalam kantong belanja, sementara yang lainnya meramaikan. Suasana seketika menjadi hangat malam itu. Yang meskipun angin tak singgah, udara yang suhunya saja sudah cukup untuk membuat siapapun ingin meringkuk di bawah selimut.
Belum selesai di sana.
Suara langkah berlari menyusul dari dalam dan pemiliknya segera mengarahkan tendangannya ke arah Revv. Yui, kembali memarahi Revv demi membayar semua kekesalannya. Mimisan, Revv pun meminta maaf dan melakukan dogeza* sebagai kesungguhannya. Yang lainnya hanya tertawa melihat pemandangan itu sampai Yuki mengajak semua untuk masuk dan memulai makan malam. Makan malam keluarga, tanpa ikatan darah
*permohononan maaf dengan menelungkupkan badan
***
Pagi yang cukup hangat dengan sinar matahari yang lembut. Kranz dan Micchi sedang mencuci pakaian dan kain-kain saat matahari mulai naik, sementara beberapa orang anggota lain keluar untuk keperluan dan misi individual.
Hanya Reikoo yang betah berlama-lama merenung di ruang tengah. Memerhatikan meja lamat-lamat. Tadinya, ia sempat berkeliling, mencari seseorang. Menoleh ke berbagai arah. Namun, karena tak ditemukan, ia kembali ke ruang tengah yang bahkan tidak ditempati Neko.
"Reikoo," gadis itu nyaris melompat saat sebuah suara tiba-tiba menyapa dari dapur. Gadis itu dengan cepat menoleh. Ken.
"Ah, Ken!"
"Tadi nyariin?"
"Eh... ano*... itu..." gugup, Reikoo mengusap-usap belakang kepalanya dan menoleh ke kiri dan kanan dengan cepat, lalu bangun dan menarik Ken cepat ke atas samping. Di sebelah dapur.
"Hee? Ada apa? Tumben,"
"Ssst!" Reikoo memerhatikan sekitar lagi. Memastikan tak satupun orang yang mendengar percakapan "rahasia" mereka. Ken masih menatap bingung.
"Ano... Ken... aku... umm..." Ken refleks tertawa dan hendak mengusap kepala Reikoo ketika anak itu lebih refleks menjauhkan dirinya dengan wajah-kucing marah-nya.
"Bilang saja..." kali ini Reikoo menjaga jarak. Lalu menarik napas panjang.
"Aku pengen nanya soal..." suasana hening.
"...Gin..." kembali hening. Lebih lama.
"Kenapa? Ada yang menarik di misi kalian?" Ken mulai membaca arah pembicaraan ini.
"Cuma....hal yang....asing buatku...." Ken tersenyum.
"Apa Gin bilang sesuatu?" Reikoo menggeleng. Ken mendengus pelan dan berbalik arah. Membuat Reikoo kaget.
"Eh, mau kemana?!"
"Kalo Gin aja nggak bilang apa-apa, apa pantes aku ngomong sesuatu?" suasana hening. Reikoo membungkukan tubuhnya. Memejamkan mata.
"Onegai**...."
Angin berdesir. Memberi ruang bagi Ken untuk mempertimbangkan sejenak. Ia menghadap Reikoo lagi dan memandanginya. Lalu menghela napas.
"Kemarilah." Ken melangkah ke tepi teras dan duduk dengan kaki menggantung. Reikoo menegakan kembali posisinya dan mengikuti. Duduk setengah meter di sebelah lelaki gempal itu, lalu menyimak dengan penuh antusias.
"Di Negeri ini, setiap anak laki-laki yang memasuki usia remaja akan melaksanakan wajib militer dalam perjalanan menuju Manhood. Itu adalah sebuat untuk fase kedewasaan. Nah, wajib militer ini, dilakukan dengan cara bergabung ke kesatuan tentara yang bernama Guild. Di sana, kami menerima misi sebagai prajurit bayaran; mulai dari misi individual hingga kelompok; dengan tingkat kesulitan rendah sampai tinggi. Termasuk Kai, Gin, bahkan Mikasa yang sampai sekarang menjadi pasukan istimewa beranggotakan wanita-wanita terlatih.
Yang kudengar, suatu ketika, Gin menerima misi bersama yang lainnya di desa Sera. Untuk menjaga privasi tujuan misi, mereka hanya diperintahkan untuk melindungi desa secara menyeluruh. Pada saat itu, pasukan Rebel tengah mengganas dan hendak mengklaim beberapa daerah pemerintahan. Dan, sebagai "lembaga" yang dibawahi pemerintah, Guild diminta untuk menurunkan pasukannya. Gin-lah yang ditunjuk sebagai pemimpin karena saat itu pangkat kami telah lebih dibanding yang lain.
"Gin pun memimpin pasukannya ke lokasi dan segera mengamankan keadaan. Kabarnya, pasukan Rebel terpantau beberapa kilometer dari pemukiman. Itu artinya, mereka telah siap menyerang dalam waktu dekat. Jarak mereka sudah menyempit." Ken terdiam sesaat. Reikoo memasang wajah penasaran.
"Lalu?"
"....disinilah awal mulanya....tapi aku tidak tahu secara pasti. Hanya mendengar kabar angin...."
*Anu....
**Tolonglah; ungkapan memohon
***
-Sera, beberapa tahun yang lalu-
Pasukan Guild telah berada 100 meter dari gerbang desa saat para penduduk berbaris menyambut mereka. Lengkap dengan binar kekaguman yang tersirat, sekaligus tatap penuh harap. Para orang tua sedikit banyak merasa lega, merasa dilindungi dengan kemampuan mereka yang hanya sampai memegang cangkul dan celurit. Sementara, para anak berloncat kegirangan seakan bertemu dengan pahlawan idaman mereka. Kepala Desa terus tersenyum hingga Gin berhadapan dengannya dan memberi salam hormat.
"Selamat siang. Kami dari Guild, kesatuan tentara di bawah naungan pemerintah. Perkenalkan, saya Gin, pemimpin pasukan kali ini." Ujarnya tegas seraya menunjukkan surat perintah dengan cap pemerintahan yang khas. Kepala Desa mengangguk ramah.
"Terima kasih banyak telah datang....Ini Sera, desa petani kami yang sederhana. Hampir seluruh orang dewasa di sini berprofesi sebagai pengolah ladang di belakang sana. Sisanya melengkapi fungsi ekonomi desa seperti mengelola penginapan, membuka toko, dan tentunya membuat peralatan untuk para petani. Desa kami memang biasa saja, tapi akan kami pastikan semua yang kalian butuhkan ada di sini." Sang Kades yang telah berumur itu tertawa renyah.
"Nah, apa yang bisa kami bantu saat ini?"
"Saya rasa Anda telah menerima surat pemberitahuan mengenai kedatangan kami sebelumnya," Gin memasukan surat perintahnya ke saku, lalu menyapu pandangan ke barisan penduduk.
"Kami telah melihat dan mengentahui informasi mengenai desa ini, tapi kami masih membutuhkan data lapangan untuk memastikan." Gin menjeda.
"Oleh karena itu, mula-mula kami harus mendata ulang para penduduk, dan melakukan observasi ke seluruh penjuru desa. Kami membutuhkan pengurus desa yang bertanggung jawab atas pengarsipan, beberapa guide yang merupakan penduduk asli, serta tentunya,"
"Kerjasama Anda semua." Kepala Desa kembali tersenyum.
"Nah, lakukan apa-apa yang telah diperintahkan kepada kalian. Kami telah bersiap bahkan sejak surat itu datang." Gin mengangguk.
"Terima kasih. Kalau begitu kami mulai bergerak." Gin memberik aba-aba untuk maju.
"Dan satu hal lagi," seorang anak yang tengah bermain di gendongan ibunya menjadi perhatian Gin.
"Malam ini, menjelang larut, kita berkumpul kembali untuk klarifikasi data yang telah didapat." Kepala Desa mengangguk, dan para penduduk saling bergumam.
"Pak Kepala, saya ada permintaan,"
***
"Baik!" lelaki mudah itu segera pergi setelah mendapat perintah. Sementara, Gin memandangi bangunan-bangunan sederhana yang mengelilingi alun-alun - tempat yang menjadi tanggung jawabnya, lengkap dengan para penghuninya. Secara tak sengaja, matanya menangkap sesosok gadis yang tengah memberi makan seekor kucing di antara bangunan. Menyadari Gin yang memperhatikannya, gadis itu menoleh dan tersenyum, lantas sedikit membungkuk dan pergi.
"Lapor," Gin menoleh.
"Para penduduk telah berkumpul di halaman rumah Kepala Desa. Data selesai dikumpul. Tidak ada api unggun yang dinyalakan. Situasi terkondisi. Pertemuan bisa segera dimulai."
"Terima kasih. Ikutlah." Keduanya lalu beranjak dari alun-alun dan segera menuju tempat yang dimaksud.
Lingkaran penduduk dengan penerangan seadanya membentuk cahaya bagai kunang-kunang. Hanya orang dewasa yang berada di sana karena para anak dan remaja tertidur di rumah dan dalam pengawasan. Suasana desa hening namun tak luput dari kewaspadaan. Suhu ketegangan mulai naik.
Setelah memastikan sekitar, Gin duduk dan meminta laporan dari bagian informasi terlebih dahulu.
"Baiklah. Ada 21 kepala keluarga di sini, termasuk Kepala Desa. Dua keluarga sedang tidak berada di tempat dan telah diminta untuk tidak kembali dalam waktu dekat. 43 anak; balita, anak-anak dan remaja, serta empat manula, termasuk Kepala..." seorang tentara melirik tajam.
"...ah... totalnya sekian." Gin menerima tiga lembaran; yang telah diberikan pemerintah dan yang baru saja dibuat.
"Bagus. Delapan pengembara telah dipulangkan. Saya tidak ingin mengambil risiko dengan melibatkan mereka di medan ini." Gin meletakan lembara dan kembali fokus pada kerumunan.
"Baiklah. Semua yang seharusnya kukatakan diawal adalah, terima kasih telah berkumpul di sini untuk mendengarkan kami dan menidurkan para anak. Nantinya, mareka akan diamankan di lokasi yang hanya akan diketahui pasukan kami demi kerapatan informasi.
Selama penjelasan, siapapun boleh menyela untuk bertanya agar tidak ada bagian yang perlu diulangi. Oleh karena itu, mohon agar berkonsentrasi terhadap setiap perkataan saya," semua kepala mengangguk.
"Apakah mereka akan baik-baik saja?" seorang wanita memawang wajah cemas mengentahui orang-orang dewasa akan dipisahkan dari anak-anak.
"Mereka akan aman. Kami bisa menjaminnya." Seorang pria disebelahnya merangkul menenangkan. Meyakinkan semua akan baik-baik saja.
"Ah, maaf!" Dari kejauhan, seseorang berlarian menghampiri kerumunan. Perhatian Gin teralih. Itu adalah gadis yang tadi dilihatnya di antara bangunan yang mengelilingi alun-alun.
"Nae," para penduduk sedikit terkejut. Gadis itu menghampiri Kepala Desa dengan napas terengah-engah. Pria itu malah tertawa.
"My, My Pearl, Nae. Apa lagi yang kau lakukan di pusat desa? Kau benar-benar mirip ibumu yang selalu saja bergerak di desa. Sana, segeralah masuk. Kau tidak boleh kesiangan untuk memasak sarapan. Para tentara akan senang mencicipi sup khas desa kita. Ha-ha-ha!" ujarnya seraya memegang punggung gadis itu.
"Oh, ya. Kenalkan. Ini cucu keduakau, Nae. Kakaknya tengah berguru di luar negeri. Bertekad menjadi petarung seperti kau, terobsesi menjadi lelaki tangguh tampaknya." Gadis itu melirik Gin yang duduk di seberang dan tersenyum. Menyadari pertemuan mereka yang bukan pertama kali. Gin hanya diam.
"Laki-laki ini yang memimpin pasukan. Lihat, dia gagah, bukan?" Kepala Desa berbisik pada Nae. Membuatnya sedikit tersipu.
"Ha-ha-ha! Ya sudah, kembalilah." Nae mengangguk dan berpamit kepada semuanya. Memasuki bangunan sederhana di belakangnya.
"Nah, silakan dilanjut."
"Baiklah. Sebelumnya saya meminta maaf jika pertemuan seperti ini dirasa kurang nyaman. Sengaja penerangan yang sedikit mencolok tidak diizinkan karena dapat mengundang perhatian. Barangkali, satu-dua mata-mata tengah mengawasi kita saat ini dan mendapat dengan melihat kita berkerumun seperti ini.
Rencananya...." Gin mulai memaparkan strategi mereka. Sesekali, beberapa orang bertanya untuk kemungkinan diluar dugaan maupun jalan alternatif. Gin mengkomunikasikan semuanya dengan baik. Para penduduk paham, bahwa seorang manula yang juga ikut serta ikut mengangguk. Entah sekadar mengerti atau mengantuk. Sosialisasi strategi yang interaktif itu menaikan semangat para penduduk. Tampaknya, pemimpin pasukan yang satu ini telah menyiapkan semuanya dengan rapi. Persentase kemenangan mereka dapat diperkirakan. Mereka tersenyum lega.
"....Intinya, informasi apapun yang didapatkan, pastikan itu telah diteruskan dari atau kepada saya. Kita tak pernah tahu kemungkinan penyusup yang bahkan bisa saja menyamar menjadi pasukan kami." Semua penduduk mengangguk mengerti. Desas-desus terdengar mengudara.
"Tuan," seorang lelaki mengangkat tangannya.
"Aku...uh....tidak lagi remaja, tapi tidak begitu pandai memegang alat seperti para orang dewasa. Apakah aku juga ikut membantu?"
"Ada berapa orang darimu?" tiga orang lagi menunjuk tangan. Total empat pemuda.
"Baiklah. Aku ada pekerjaan untuk kalian. Yang jelas, semua orang bersiaplah. Kita tak akan berhasil tanpa kerjasama." Mereka mengangguk.
"Ini adalah pertemuan pertama kita. Jika ada perkembangan dan hal darurat, kemungkinan kita akan berkumpul lagi di sini. Tenang saja, perintahku telah terorganisir dengan baik. Jika terjadi perubahan infomasi, itu tidak berasal dari satu-tiga orang saja. Tapi tersebar rata. Terima kasih untuk malam ini. Silakan kembali beristirahat. Selamat malam." Gin dan beberapa tentara berdiri dan mengawasi para penduduk kembali ke rumah masing-masing. Mulai dari titik ini, hidup dan mati mereka telah ditanggung para anggota Guild yang bertugas.
[TO BE CONTINUED....]
NEXT ON "A TALE OF PSYCHO-J": Apa hal yang akan menanti anggota Guild dan empat pemuda desa itu!!?? Nantikan di Chapter selanjutnya -GIN: SEBUAH MISI YANG GUGUR (Part 2)-!!! 
(Story by: Ojou-sama a.k.a Kia)

No comments:

Post a Comment